Gunungkidul – (fakta9.com) // Proses pemilihan Kepala Desa atau PILKADes merupakan bentuk praktik demokrasi yang tidak sekedar memilih seorang pemimpin wilayah, melainkan proses yang memahamkan masyarakat tentang kualitas pemimpin demi pembangunan dan pengembangan wilayah desa lebih baik.
Diketahui bersama pula, beberapa daerah menggelar PILKADes secara serentak. Pemerintah Republik Indonesia mengatur keikutsertaan setiap warga, yakni penduduk asli desa dibuktikan KTP-el dan minimal berusia 17 tahun atau telah menikah, sebagai pemilih tetap dari proses pengambilan keputusan tersebut.
Namun, sebagaimana Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 65 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa, perlu disesuaikan dengan dinamika sosiologis akibat bencana non-alam yaitu pandemi Corona Virus Disease 2019 sehingga pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri menerbitkan peraturan Kemendagri Nomor 72 Tahun 2020 tentang Pemilihan Kepada Desa.
Akibat virus pandemi belakangan ini, PILKADes sempat ditunda dengan dikeluarkannya Surat Edaran (Kemendagri) Nomor 41/3170/BPD tentang penundaan pelaksanaan PILKADes Serentak se-Jawa dan Bali, namun Pemerintah Kabupaten GunungKidul dalam Media Online PPID Pemkab GunungKidul memastikan PILKADes digelar serentak tidak terdampak PPKM Darurat pada 30 Oktober 2021 di 58 Kalurahan.
Dimasa pandemi covid-19 di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta, proses PILKADes masyarakat dalam memilih Lurah Desa perlu didampingi secara serius oleh pihak pemangku kepentingan terkait, salah satunya peran pemuda.
Seperti, Ketua Komisi A DPRD Gunungkidul, Ery Agustin S. (32), dalam Media Online PPID Pemkab GunungKidul berperan menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk perhatian pada protokol kesehatan diri masing-masing sesuai surat edaran tersebut, sebagai upaya menekan laju penyebaran virus pandemi covid-19.
Sejalan dengan peran itu pemuda/pemudi tidak hanya diakses dalam aspek politik, melainkan melalui aspek lainnya dalam penginformasian, pengadvokasian dan pengembangan kontribusi lainnya.
Dengan adanya kecanggihan media daring atau media sosial, seorang pemuda atau kelompok pemuda dapat mengembangkan potensi dan kontribusinya dalam bentuk karya bagi wilayahnya.
Contoh lain, sekelompok pemuda GunungKidul mendirikan lembaga jurnalistik fakta9.com sebagai media daring informatif untuk masyarakat GunungKidul dan masyarakat luas.
Selain aturan pelaksanaan PILKADes dan kebijakan terkait, sebagaimana dicontohkan oleh Ery Agustin S., dan Fakta9.com, peran pemuda/pemudi lain tentunya masih banyak yang perlu ditunjukan dalam mengadvokasi masyarakat.
Dalam konteks ini ingin mengatakan bahwa pemuda tidak hanya hadir dalam proses pemilihan lurah desa dimasa pandemi, melainkan kehadiran dan potensinya menjadi “roda penggerak lokomotif” desa untuk mengadvokasi pemahaman masyarakat tentang kriteria calon pemimpin yang mampu dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat di desanya.
Berdasarkan landasan demokrasi, peraturan yang berlaku, dan contoh pengembangan peran pemuda dalam pemilihan kepada desa di atas, seharusnya pemuda dapat dilatih dan di ikutsertakan dalam kampanye serta advokasi pemahaman kriteria pemimpin demokratis yang tepat di desanya.
Selama ini, seseorang dapat memilih pemimpin cenderung bersandar pada gambar calon, dominasi publik, dan banyak hal yang tidak relevan dengan visi pembangunan desa.
Setidaknya, pemuda dalam memilih seorang pemimpin melalui tiga visi, yaitu: (1) kepemimpinan yang berkeadilan untuk semua masyarakat tanpa memandang baik suku/ras maupun agama (SARA); (2) solidaritas untuk semua masyarakat tanpa menilai identitasnya; dan (3) pemimpin memiliki kapasitas dan kepekaan sebagai pembinaan masyarakat sekitarnya.
Dengan begitu, peran pemuda sebagai advokasi desa melalui media sosial dapat memberikan kontribusi menjadi penyeimbang pada proses pembangunan SDM, dengan tujuan agar masyarakat lebih peduli dan berwawasan terbuka di desanya sesuai perkembangan zaman.
Oleh: Ali Hidayat F (S1 Sosiologi, UGM )
Editor : Hadi nuriansah (pimred fakta9.com)