NASIONAL (Fakta9.com)_ _// Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kembali menambah daftar 65 (enam puluh lima) sirup obat di Indonesia yang tidak menggunakan Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan Gliserin atau Gliserol pada Konferensi Pers Informasi Keenam Hasil Pengawasan BPOM, Kamis (27/10/2022).
Dilasir dari halaman pom.go.id bahwa jumlah produk tersebut menambah 133 produk yang sebelumnya telah dinyatakan aman setelah melalui proses sampling dan pengujian BPOM. Hingga kini, terdapat 198 sirup obat yang dinyatakan aman digunakan sepanjang sesuai aturan pakai.
Kepala BPOM, Penny K. Lukito menjelaskan bahwa saat ini masyarakat sudah boleh mengonsumsi produk sirup obat yang tidak mengandung 4 jenis bahan pelarut Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan Gliserin atau Gliserol. Pelarut ini masih dikaitkan dengan pemicu gagal ginjal akut pada anak seperti Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG).
“Saya kira pemerintah dengan kehati-hatian, maka sekarang hanya membolehkan produk sirup yang tanpa pelarut (itu dulu), jadi bukan tidak lagi membolehkan produk sirup, tapi dengan keluarnya surat edaran dari Kementerian Kesehatan artinya sudah dibolehkan produk sirup yang tidak menggunakan 4 jenis pelarut tersebut.” Ucap Penny K. Lukito.
Informasi daftar obat tersebut akan menjadi masukan bagi Kementerian Kesehatan untuk menerbitkan surat edaran dengan melampirkan daftar sirup obat yang tidak menggunakan Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan Gliserin atau Gliserol berdasarkan registrasi BPOM dan sudah dinyatakan aman untuk digunakan kembali sepanjang sesuai dengan aturan pakai.
“Walaupun mengandung pelarut, tentunya belum dipastikan produk tersebut mengandung cemaran EG dan DEG. Kalo pun mengandung cemaran EG dan DEG ada batasan tolerable limit yaitu persyaratan dimana jika masih dibawah batasan yang ditentukan maka kategorinya masih aman.” Tegasnya.
Kepala BPOM mengimbau industri farmasi untuk benar-benar melakukan quality control guna memastikan tidak ada cemaran yang membahayakan dalam produk mereka, industri farmasi yang telah memiliki sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) berarti memiliki tanggung jawab untuk memastikan produk mereka aman.
“Kami juga akan mendalami dugaan pelanggaran saat registrasi produk yang dilakukan industri farmasi terkait bahan baku obat yang digunakan. Apabila melakukan penggantian bahan baku dalam produksi yang tidak dilaporkan maka telah melanggar peraturan dan dapat dilakukan upaya penegakan hukum terhadap industri farmasi tersebut.” Jelasnya.
BPOM juga mendorong pemantauan atas impor bahan baku obat termasuk zat pelarut, bisa menjadi bagian dari tugas dan fungsi BPOM. Hal ini untuk memastikan BPOM dan kementerian/lembaga lainnya bisa melakukan pemantauan secara aktif dan seleksi secara ketat agar kejadian kasus gagal ginjal ini tidak terjadi di kemudian hari.
Baca Juga : Jenis Obat Sirup Dilarang Dikonsumsi, Dinkes: Masih Nunggu Hasil Penyelidikan
BPOM juga akan berkoordinasi untuk dilakukan review terhadap standar dan persyaratan mutu serta keamanan (Farmakope Indonesia) yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan.
“Review tersebut bertujuan agar ada acuan standar pengujian EG dan DEG pada produk jadi. Revisi ini perlu dilakukan karena saat ini belum ada standar internasional yang mengatur batas cemaran dalam produk jadi.” Papar Penny K. Lukito.
Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Gunungkidul, Dewi Irawati mengatakan di wilayah Kabupaten Gunungkidul sudah dilakukan proses penarikan terhadap obat sirup yang mengandung 4 jenis bahan pelarut Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan Gliserin atau Gliserol.
“Ada yang sudah proses ditarik, namun kami tidak bisa menyebutkan nama merk obat sirup tersebut. Selain itu proses penyelidikan dari BPOM masih berjalan dan berubah terus.” Terang Kepala Dinkes Gunungkidul.