PLAYEN,(fakta9.com)__Watu Tumpeng dan Watu Layah yang terletak dikawasan Sungai Oya Padukuhan Getas, Kalurahan Getas, Kepanewon Playen ini sempat menjadi salah satu destinasi wisata minat khusus yang menyajikan sebuah keindahan alam pedesaan dan dipadukan dengan river tubing.
Namun setelah terdampak adanya banjir akibat badai Cempaka 2017 silam, telah menghanyutkan sekertariat Pokdarwis, sarana prasarana serta peralatan untuk menunjang kegiatan wisata tersebut. Sehingga harapan untuk mengembangkan objek tersebut hanya tinggal harapan.
BACA JUGA: Ternyata banyak yang masih belum menggunakan kaca helm ketika berkendara
“Sarana prasarana seperti bangunan, dan peralatan yang dimiliki Pokdarwis, semuanya hanyut terbawa arus banjir kala itu.” Ungkap Sutikno, salah satu pengelola objek wisata Watu Tumpeng pada Minggu, (25/10/2020).
Sebelum adanya musibah banjir, dulunya objek wisata tersebut sudah mulai ramai di kunjungi oleh wisatawan. Dampak ekonomipun juga sempat dirasakan oleh warga masyarakat setempat. Perputaran ekonomi masyarakat meningkat tajam, selain itu lapangan kerja untuk pemuda setempat juga terbuka lebar.
“Setiap hari pasti ada pengunjung yang datang, terlebih ketika datang waktu libur. Pendapatan pun bisa mencapai Rp 4 Juta.” Kenangnya.
Pasca terjadinya banjir, kini obyek wisata Watu Tumpeng dan Watu Layah dapat dibilang mati suri. Namun begitu Pokdarwis Watu Tumpeng dan Watu Layah tidak terus putus asa, mereka tetap bersemangat dan berupaya untuk menghidupkan kembali objek wisata yang pernah dirintisnya sejak dari nol tersebut.
Terlebih setelah melakukan perbincangan dan mendapatkan dukungan dari komunitas resan Gunungkidul, semangat meraka pun kembali tumbuh untuk menyajikan ide-ide kreatif yang nantinya akan menjadi icon untuk di river tubing.
Puthul, serangga yang banyak dicari untuk di konsumsi
Pasca banjir yang menghanyutkan semua fasilitas penunjang wisata membuat pengelola wisata mati suri. Hal tersebut membuat Pokdarwis Watu Tumpeng dan Watu Layah sekaligur perintisnya melakukan perbincangan dengan beberapa pihak. Semangat mereka kembali tumbuh setelah mendapatkan dukungan dari komunitas resan Gunungkidul.
“Ada banyak hal bisa dijadikan pembelajaran dari kejadian banjir besar tahun 2017 lalu. Kami berencana menciptakan sebuah kawasan wisata yang saling mendukung dengan ide wisata berbasis edukasi dan konservasi,”imbuhnya.
Menurut Supancar yang juga salah satu perintis river tubing, saat ini bersama dengan perintis yang lain tengah membangun sebuah kawasan wisata terpadu, yakni masyarakat tidak serta merta menjual dan mengeksploitasi alam untuk daya tarik wisata, namun sekaligus menciptakan sebuah wisata berkelanjutan.
“Kedepan bisa mengagendakan program konservasi satwa, terutama burung. Ini akan menjadi sebuah daya tarik tersendiri bagi sebuah kawasan wisata,”imbuhnya.
Perlahan-lahan semangat Pokdarwis untuk merintis wisata kembali bangkit. Kegiatan konservasi Sungai Oya mulai bergaung di wilayah Kalurahan Getas, khususnya di sekitar obyek wisata Watu Tumpeng Watu Layah dan beberapa sumber air yang alirannya mendukung Sungai Oya. Penanaman pohon mulai digalakkan.
“Walaupun program ini tidak langsung bisa kita rasakan manfaatnya, semoga kelak generasi berikutnya yang akan memetik hasilnya. Paling tidak ini upaya kita bersama untuk menjaga sungai, menjaga air,” tambah Wiyono (64), salah satu sesepuh Pokdarwis.
Aksi konservasi Sungau Oya yang dilakukan oleh Pokdarwis Watu Tumpeng dan Watu Layah tentu bukan tanpa alasan. Boomingnya wisata Gunungkidul memunculkan obyek-obyek wisata baru. Rata-rata hanya sekedar ‘menjual alam’ sebagai daya tariknya seperti yang pernah mereka lakukan. Kejadian banjir besar 2017 merupakan bahan pembelajaran bagi pengelola untuk menata obyek wisata kembali.
Reporter: Suparyanto