GUNUNGKIDUL (Fakta9.com)_ _// Ledek atau Tayub adalah sejenis tarian gambyong dengan iringan tabuhan gamelan jawa yang ditarikan oleh beberapa penari wanita, yang merupakan budaya turun temurun dari nenek moyang.
Baca Juga : Tunggakan PBB di Gunungkidul Mencapai Rp 1 Miliar Setiap Tahunnya
Biasanya dalam setiap penampilanya para penari akan diikuti oleh masyarakat yang menyaksikan khususnya kaum laki-laki, atau sering disebut ngibing dengan memberikan uang seikhlasnya (nyawer) kepada para penari.
Menjadi menarik adalah ketika Ledek masih mampu tampil exis di lingkup para penggemar dan penikmat kesenian, walaupun muncul budaya baru seiring dangan perkembangan modrenisasi zaman.
Dijabarkan juga oleh Gusti Raden Mas (GRM) Hertriasning (Gusti Aning) yang merupakan cucu dari Sri Sultan Hamengkubuwono ke VIII sekaligus tokoh pemerhati budaya, bahwa ledek sebenarnya adalah Budaya milik keluarga kerajaan untuk merayakan sebuah acara menyambut tamu kerajaan.
Kemudian berkembang di masyarakat dengan kemasan yang berbeda serta diiringi tembang-tembang yang sumringah (Gembira) dalam rangka bentuk rasa syukur.
“Satu yang perlu di ketahui bahwa untuk menjadi penari tayub atau ledek harus melalui proses ritual yang biasa masih kental dilakukan oleh para pelaku seni ledek khususnya bagi para penari.” Jelas Gusti Aning.
Gusti Aning juga berharap hendaknya anak muda untuk berusaha mencari narasumber tentang budaya yang sangat luar biasa besar di Wilayah Kabupaten Gunungkidul.
“Gunungkidul ini merupakan cikal bakal dan tetingal tradisi adat jawa yang dibawa kemana-mana serta menjadi rujukan tradisi jawa dari berbagai daerah, maka harapan saya Gunungkidul kedepan bisa menjadi salah satu metropolitan budaya.” Imbuhnya.
Seperti halnnya yang di lakukan Purwanti(45), warga Padukuhan Badongan, Kalurahan Karangsari, Kapanewon Semin yang sampai sekarang masih exis menggeluti penari Ledek sejak masih duduk dibangku SMA
Ketertarikan menjadi penari Ledek ini muncul karena didalam keluarganya hampir semuanya menjadi penggiat kesenian ledek berawal dari ibunya, kemudian adik, dan bahkan sepupunya.
Anak tertua dari 3 bersaudara ini bercerita bahwa kesenian ledek bahkan sudah menjadi bagian yang melekat dalam kehidupan keseharianya, dalam satu bulan ini saja dia berucap hampir penuh dengan tanggapan dari daerah satu ke daerah yang lain di Gunungkidul bahkan sampai di wilayah Jawa tengah.
“Saya bahagia dan bangga tampil di budaya ledek ini, walaupun hasil yang didapatkan kadang tidak sebanding dengan apa yang saya lakukan sebagai penari, karena memang kami tidak pernah mematok harga yang terlalu berlebihan.” Ucapnya.(27/06/2022).
Purwanti juga bercerita bahwa sebenarnya di dunia seni ledek ini banyak hal yang kadang membuat dirinya risih apalagi ketika harus menari kemudian ada pengibing yang terkesan agak usil terhadap dirinya.
“Kadang pas saya menari kemudian ada pengunjung yang ikut ngibing agak usil gitu, seperti colek-colek tapi masih dalam taraf kewajaran kok.” Tandasnya.
Baca Juga : Mendapat Perlawanan, Eksekusi Lahan dan Bangunan di Padukuhan Jentir Sementara Ditunda
Dibawah naungan seni ledek Lebdo Rini yang merupakan kelompok kesenianya, ia berharap dengan kesenian ledek yang sampai sekarang dirasa masih exis di tengah budaya modern bahkan budaya barat yang semakin menjamur, setidaknya anak muda ataupun masyarakat masih sudi dan peduli dengan seni budaya jawa.
“Saya tidak malu untuk terus tampil sebagai penari ledek, karena ini budaya turun temurun yang menurut saya harus terus dilestarikan,” Pungkas Purwanti menutup pembicaraanya.