GUNUNGKIDUL, (Fakta9.com)__//Dampak penetapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4 yang diperpanjang hingga 6 September 2021 sangat dirasakan oleh pelaku usaha. Pasalnya objek wisata masih belum dibuka untuk umum karena sampai saat ini belum ada kelonggaran dari pemerintah.
Dimana dalam penerapan PPKM seharusnya mempertimbangkan aspek kesehatan yang harus dihitung secara cermat dan pada saat yang sama aspek sosial ekonomi masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari juga harus diprioritaskan.
Baca Juga: Menyambut Hari Keistimewaan Yogyakarta Kundha Kabudayan Gunungkidul Tidak Mengadakan Agenda
Dalam perpanjangan PPKM Level 4 ini, kegiatan masyarakat baik sektor essensial dan sektor non essensial terdapat beberapa kelonggaran dari pemerintah. Sedangkan fasilitas umum seperti area publik, taman umum, tempat wisata umum dan area publik lainnya masih dilakukan penutupan sementara.
Medi Widodo, pemilik penginapan serta resto diwilayah pantai Indrayanti, Kapanewon Tepus, yang sampai saat ini masih mengalami penutupan kepada fakta9.com, Selasa, (31/08/2021) menyampaikan bahwa selama PPKM ini tidak ada wisatawan yang datang sehingga secara otomatis tidak ada pendapatan. Sementara di kawasan wisata khususnya pantai, biaya perawatan terkait sarana prasarana sangat tinggi karena efek korosi.
“Kami harus mengeluarkan anggaran untuk perawatan, sedangkan tidak ada pendapatan sama sekali.” keluhnya.
Untuk mengatasi biaya operasional tersebut, Medi mengatakan harus merumahkan pekerja yang selama ini menggantungkan hidup dari usahannya.
Tentu saja, para pekerja yang selama ini bergantung dari datangnya wisatawan juga kehilangan mata pencaharian mereka.
“Usaha di bidang wisata memang tidak seperti usaha di bidang lain yang bisa berinovasi dengan menjalankan usaha mereka secara daring (online). Wisata tidak mungkin dilakukan secara online.” jelas medi.
Medi Widodo berharap pemerintah memberikan solusi bagi pelaku wisata. Minimal ada bantuan terkait biaya operasional, selain itu juga solusi upaya dimana pengelola wisata khususnya pengusaha lokal ini bisa bertahan. Tentunya semua tau bahwa pengusaha lokal itu modalnya sangat terbatas. Disamping itu, pengembangan usaha yang dilakukan pengusaha lokal sangat tergantung dari hasil yang didapat. Sehinggal ketika kondisi seperti ini berlangsung terus menerus sama saja memupus keberadaan pengusaha lokal di bidang wisata.
Menanggapi hal tersebut AB. Widyanta, Sosiolog Universitas Gadjah Mada saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp menyampaikan jika pengelolaan progam di masa pandemi mensyaratkan integritas dan “will to improve” yang tinggi dari pemerintah serta multi stake holder dalam pembangunan di daerah. Selain itu juga butuh kepiawaian mengorkestrasi tatakelola penanggulangan pandemi covid 19.

“Seberapa intensifkah konsolidasi dan koordinasi lintas sektor dan multistakeholder dalam penanganan para penyintas (survivor) covid itu akan sangat menentukan efektifitas tidaknya implememtasi program pemerintah.” terangnya.
Baca Juga: Aplikasi Peduli Lindungi, Sebagai Syarat Melakukan Perjalanan
Disampaikan oleh AB bahwa perencanaan program pemulihan ekonomi maupun pemulihan sosial tidak akan efektif serta tepat sasaran jika pemerintah tidak berbasis pada data mutakhir dan rekam jejak penanganan pandemi sesuai konteks kondisi masing-masing Kapenewon maupun Kalurahan.
Saintifikasi datakrasi penanggulangan pandemi Covid-19 membutuhkan kerja keras serta ketekunan yang panjang. Tanpa datakrasi yang berintergritas, tidak akan terlahir kebijakan yang menyentuh kebutuhan masyarakat ataupun inovasi program terobosan untuk memecah berbagai kebuntuan dan sumbatan (bottle neck) karena pandemi.
“Pemerintah tidak bisa bermain-main lagi dengan politik pencitraaan yang seremonial untuk memoles ketidakberesan data-data empirik dari lapangan.” Pungkas Sosiolog Universitas Gadjah Mada