Jumat, November 21, 2025

FAKTA TERBARU

Babak Baru Dugaan Korupsi RSUD Wonosari, Mantan Direktur Dan Bendahara RSUD Wonosari Dilaporkan

Advertisementspot_img
Advertisementspot_img

GUNUNGKIDUL, DIY (FAKTA9.COM)_ _//- Kasus korupsi pengelolaan uang pengembalian jasa dokter laboratorium pada tahun 2009 hingga 2012 di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wonosari, Gunungkidul memasuki babak baru.

Kasus ini mencuat sejak 2015 lalu, dan menyeret mantan Direktur RSUD Wonosari, Isti indiyani serta Eks Kepala Bidang Pelayanan Penunjang Medik dan Non Medik RSUD Wonosari.


Baca Juga : Warga Sewon Menjadi Korban Pengeroyokan, Empat Pelaku Diamankan


Dalam kasus ini, pengadilan menyatakan kedua kedua mantan pejabat RSUD Wonosari itu terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi sehingga menyebabkan kerugian Rp 470 juta.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Yogyakarta, pada 29 November 2022 memvonis mantan Direktur RSUD Wonosari selama 1 Tahun 6 bulan dan denda 50 jt subsidair 2 bulan kurungan.

Sementara, mantan Kepala Bidang Pelayanan Penunjang Medik dan Non Medik RSUD Wonosari, Aris Suryanto divonis 1 ahun dan 6 bulan penjara dengan denda Rp300 juta subsidair 2 bulan kurungan, setalah Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan Aris.

Babak Baru Kasus Korupsi RSUD Wonosari :

Berdasar Surat Tanda Terima Laporan Polisi Nomor: LP-B/109/XI/2025/SPKT/Polres Gunungkidul/Polda D.I. Yogyakarta tertanggal 17 November 2025, Aris Suryanto resmi melaporkan Direktur RSUD Wonosari Periode 2017-2024, Heru Sulistyowati serta bendahara Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD Wonosari Indaryati atas dugaan penggunaan kuitansi fiktif senilai Rp 470 juta.

“Saya melaporkannya ke Polres Gunungkidul pada tanggal 17 November 2025 kemarin.” Ucapnya, Selasa (18/11/2025). 

Bahwa pada 2020 lalu, menurut Aris Suryanto, kuitansi (fiktif) itu pernah dijadikan dasar penetapan kerugian negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) D.I.Yogyakarta.

Kasus ini berawal dari perintah pengembalian jasa pelayanan dokter laboratorium periode 2009–2012 oleh Direktur RSUD Isti Indiyani pada tahun 2015. Atas perintah tersebut terkumpul uang sebesar Rp 488.034.628.

“Seluruh dana saat itu berada dalam penguasaan Bendahara BLUD Indaryati sampai akhirnya disetor utuh ke rekening kas RSUD pada 8 Agustus 2018 melalui Bank BPD DIY Cabang Wonosari.” Ujarnya.

Penyetoran uang tercatat sah dalam slip setoran, rekening koran, buku kas umum, dan laporan keuangan RSUD Wonosari yang diaudit oleh BPK-RI. Dana tersebut selanjutnya dipergunakan untuk membiayai operasional RSUD sesuai Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) tahun 2018.

“Dengan demikian, objek yang diaudit oleh BPKP tahun 2020 sebenarnya sudah kembali ke kas RSUD dua tahun sebelum audit dilakukan.” Ujar Aris.

Meski setoran uang tersebut diakui dalam proses audit, namun BPKP tetap menyimpulkan adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp 470.000.000. Kesimpulan itu mengacu pada pernyataan Direktur Heru Sulistyowati dan Bendahara Indaryati, bahwa dari uang yang disetor ke kas RSUD sebesar Rp 488.034.628 sedang Rp 470.000.000 merupakan dana pinjaman dari kas BLUD RSUD.

“Pernyataan tersebut diperkuat dengan sebuah kuitansi tidak resmi (fiktif) sebesar Rp 470 juta bertanggal 4 Agustus 2018, yang disebut sebagai bukti pengeluaran uang kas BLUD RSUD Wonosari.” Jelasnya.

Dengan yakin, Aris menyatakan telah menemukan bukti otentik jika kuitansi fiktif yang digunakan sebagai bukti itu tidak tercatat dalam rekening koran RSUD. Serta juga tidak muncul dalam buku kas umum maupun seluruh dokumen penatausahaan keuangan BLUD RSUD.

“Tidak ada transaksi keuangan sebesar Rp 470 juta pada tanggal 4 Agustus 2018 maupun di tanggal yang lain. Secara riil, transaksi itu tidak pernah terjadi.” Terangnya.

Aris dengan tegas menyampaikan jika kuitansi tersebut merupakan dokumen fiktif yang kemudian digunakan untuk membangun narasi kerugian keuangan negara.

Dirinya juga menganggap jika auditor BPKP tidak melakukan verifikasi silang terhadap rekening koran dan laporan keuangan RSUD sebelum menyimpulkan adanya kerugian negara.

“Prosedur audit kan mewajibkan menggunakan bukti yang sah, cukup, relevan, dan kompeten. Tetapi dokumen fiktif justru dipakai tanpa diverifikasi.” Tegasnya.

Aris menyebut, dugaan tindak pidana yang dilaporkan mencakup pemalsuan surat (Pasal 263 KUHP), menggunakan surat palsu seolah-olah asli (Pasal 266 KUHP), serta keterangan palsu di bawah sumpah (Pasal 242 KUHP).

“Sementara, pasal terakhir ditujukan kepada pejabat pengelola keuangan RSUD Wonosari yang memberikan keterangan dalam audit dan di persidangan dengan mendasarkan pada kuitansi yang tidak memiliki dasar hukum.” Paparnya.

Aris menambahkan bahwa kasus ini memiliki dampak serius bagi penegakan hukum terhadap dirinya. Ia menilai jika penggunaan dokumen fiktif dalam audit keuangan negara tidak hanya menimbulkan kesimpulan kerugian yang tidak pernah ada, tetapi juga menjerumuskan pihak yang tidak bersalah.

“Integritas sistem keuangan BLUD RSUD dan keuangan daerah (APBD) Kabupaten Gunungkidul rusak ketika dokumen palsu dibiarkan menjadi dasar perhitungan kerugian keuangan negara.” Tegasnya.

Baca Juga : Jalan Licin, Dua Orang Menjadi Korban Kecelakaan Tunggal di Jalan Jogja-Wonosari


Dirinya berharap Polres Gunungkidul dapat melakukan penyidikan secara objektif dan meminta penyidik untuk memeriksa, menyita dan membandingkan dokumen-dokumen resmi RSUD dengan kuitansi yang dipersoalkan.

“Saya yakin proses penyidikan yang profesional akan membuka kebenaran materiilnya.” Imbuhnya.

 

Advertisementspot_img
Advertisementspot_img

FAKTA TERBARU

Advertisementspot_img

BACA JUGA