(fakta9.com)__Buah-buahan memang mengandung banyak manfaat untuk tubuh. Kandungan vitamin di dalamnya mampu membuat tubuh menjadi lebih sehat.
Salah satu buah yang saat ini banyak dicari adalah buah Kepel atau burahol (Stelechocarpus burahol) adalah pohon penghasil buah hidangan meja yang menjadi flora identitas Daerah Istimewa Yogyakarta.
Baca Juga:Cara Membuat Tanaman Bonsai Bagi Pemula.
Tidak banyak yang tahu jika buah kepel atau burahol (Stelechocarpus burahol) ini sangat digemari oleh putri kraton, karena dipercaya mampu menyebabkan keringat beraroma wangi dan membuat air seni tak berbau tajam setelah mengkonsumsinya.
Konon, tanaman ini sering kita temui di dalam benteng keraton tempat tinggal raja-raja di Jawa.
Batangnya baru bergaris tengah 25 cm. Tetapi kalau sudah belasan tahun, dan tingginya sudah 20 m, garis tengah batangnya bisa sampai 40 cm.
Buahnya dapat dipetik kira-kira empat bulan sejak berbunga. Musim buahnya dua kali setahun, yaitu Desember – Febmari, dan Juni – Juli.
Buah di musim hujan Desember – Februari paling banyak, tetapi rasanya kurang manis karena kebanyakan air.
Seperti dilansir dari Majalah Intisari, buah di musim kemarau Juni – Juli, tidak sebanyak pada musim sebelumnya, tetapi rasanya lebih manis.
Sebuah penelitian, seperti dilansir dari healthbenefitstimes, burahol menunjukkan kemampuan untuk mengembalikan kinerja produksi enzim dalam hati dan membantu regenerasi sel dari hati yang rusak.
Akan tetapi, sekarang ini tanaman Kepel sudah jarang lagi kita temui, karena saking langkanya.
Mengapa demikian???
Buah kepel ini dulu dikenal sebagai tanaman para raja, dan dianggap bukanlah buah yang dianggap merakyat.
Dengan memakan buah kepel yang sudah masak, para putri keraton ini sudah bisa berbau bunga violces. Keringatnya wangi, dan napasnya harum. Untuk itu baginda menyuruh menanam pohon itu di halaman istana, untuk- diambil buahnya bagi para putri keraton.
Kebetulan di masyarakat Jawa feodal waktu itu ada semacam kepercayaan, bahwa orang yang meniru cara hidup raja dan anggota keluarganya hanya orang yang kuat, baik lahir maupun batin, seperti para adipati (semacam gubernur zaman sekarang), pangeran, pejabat kerajaan, dan panglima perang. Lainnya akan kualat.
Akibatnya, para tetua kampung dan pemimpin masyarakat mengeluarkan keputusan, bahwa rakyat jelata tidak dibenarkan menanam pohon itu. Dan barangsiapa tidak mengindahkan akan diusut sampai tuntas dan dijatuhi hukuman.
Hingga akhirnya tidak pernah ada usaha menanamnya kembali di kebun ataupun pekarangan. Masyarakat seolah tidak peduli tentang keberadaan buah yang kaya manfaat ini.
(Redaksi_fakta9)