Senin, Agustus 25, 2025

FAKTA TERBARU

Kolaborasi Lintas Sektor Mendorong Pembangunan Berkelanjutan

Advertisementspot_img
Advertisementspot_img

YOGYAKARTA, DIY (FAKTA9.COM)_ _// Bupati Gunungkidul Endah Subekti Kuntariningsih hadir sebagai narasumber dalam acara sarasehan Gotong Royong Membangun Kesejahteraan Daerah yang digelar Universitas Gadjah Mada (UGM), Sabtu (23/08/2025).

Acara ini mempertemukan akademisi, aktivis, dan Pemerintah Kabupaten Gunungkidul untuk merumuskan paradigma baru pembangunan berbasis kolaborasi dan kearifan lokal.


Baca Juga : Meriahkan HUT RI Ke-80 Grib Jaya Gunungkidul Lakukan Bakti Sosial Dan Pawai Merdeka


Dalam forum ini, Bupati Gunungkidul, Endah Subekti Kuntariningsih menyampaikan bahwa pembangunan tidak bisa lagi hanya bergantung pada pemerintah daerah maupun pusat. Menurutnya, perguruan tinggi, dunia usaha melalui CSR, serta masyarakat memiliki peran penting dalam mendorong kemajuan daerah.

“Yang tadinya paradigma pembangunan itu bergantung pada pemerintah, kami berfikir adanya kolaboratif. Modal utama tetap gotong royong dengan masyarakat. Kita gali kembali semangat berdikari yang dulu pernah kuat sebelum adanya bantuan sosial.” Ujarnya.

Gunungkidul, dengan wilayah terluas di DIY yang mencakup 1.429 dusun, menyimpan potensi besar untuk dijadikan living lab. Konsep living lab sendiri merupakan ekosistem inovasi terbuka yang memadukan riset, kreasi, dan praktik nyata berbasis pengguna.

“Potensi kami luar biasa. Mulai dari kawasan kars Gunung Sewu yang ditetapkan UNESCO sebagai Global Geopark, garis pantai 72 km, pertanian jagung dan padi terbesar di DIY, hingga budaya ritual sedekah bumi dan laut. Semua ini bisa jadi laboratorium hidup untuk pembangunan berkelanjutan.” Ungkapnya.

Sementara itu, Prof. Dr. Siti Murtiningsih, S.S., M.Hum, Dekan Fakultas Filsafat menyebut metode living lab harus berpijak pada kearifan lokal.

“Gotong royong itu bukan hanya praktik sosial, tapi juga epistemologi bersama. Dari sanalah lahir ilmu kehidupan yang diwariskan turun-temurun.” Jelasnya.

Terpisah, Prof. Subejo menyoroti inovasi lokal masyarakat Gunungkidul yang lahir dari keterbatasan sumber daya. Ia mencontohkan praktik sambatan, gugur gunung, hingga tumpang sari yang mampu menciptakan keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan sosial.

“Kalau ingin membangun daerah tipikal seperti Gunungkidul jangan hanya mengimpor model dari luar. Sentuh saja kelembagaan lokal yang sudah ada, beri sedikit modernisasi, maka mereka bisa berkembang.” Tegasnya.

Baca Juga : Duel Sengit Dua Pangeran Biru, Polisi Siapkan Pengamanan Ketat


Aktivis Desanomia, Rifki menambahkan bahwa living lab bukan sekadar ruang riset, melainkan proses membangun kesepakatan bersama warga.

“Paradigma baru adalah menjadikan pendidikan sebagai living lab. Kampus dan sekolah harus terhubung langsung dengan masyarakat, bukan hanya ruang kelas.” Ucapnya.

 

Advertisementspot_img
Advertisementspot_img

FAKTA TERBARU

Advertisementspot_img

BACA JUGA